Kamis, 04 Juli 2013

Secret Of The Heart

CERPEN

Secret Of The Heart
Creator: Ilmi Dragneel

Cerpen (Rahasia Hati)

                cerita dan tokoh hanya sebuah karangan fiksi, maaf jika ada hal yang menyinggung pribadi anda
Ø  Andre Maulana
Ø  Aulia Putri

==Selamat membaca==

·         Andre
“mohon pak beri saya kerjaan” aku memohon pada Derektor sebuah perusahaan, “tapi nak, kamu kan masih sekolah” jawabnya dengan ramah, “saya perlu kerjaan, tak bisakah sepulang sekolah” aku memohon sekali lagi “sekali lagi maaf kami tak bisa” jawabnya masih ramah.

                Beberapa detik aku hanya terdiam, berpikir, walau aku tak tau apa yang aku pikirkan, yeah mungkin aku sudah putus asa, ini sudah kesekian tempat yang aku datangi dan ini yang kesekian kali juga aku ditolak, ingin menyerah tapi. .
“pak, jika saya berhenti sekolah apa bapak mau menerima saya” aku bertanya walaupun aku tak setuju dengan apa yang aku ucapkan.
“apa” Pak Derektor terlihat kaget, bahkan aku tak menyangka dia sekaget itu “ada masalah apa sehingga kamu ingin mengurbankan pendidikan hanya untuk kerja.
“Ayah saya dirumah sakit, saya harus menggantikan beliau untuk sementara waktu, kalau tidak kami tak bisa makan” jawabku dengan jujur

                “hmm gimana ya” sepertinya sang Derektor sedikit tak percaya, ya beliau tak akan mudah mengambil keputusan, terlihat dari ekpresinya setelah aku mengatakan ingin berhenti sekolah sepertinya beliau sangat peduli tentang pendidikan meskipun aku bukan anaknya.

                “Pi, berikan saja dia pekerjaan, sepertinya dia memerlukannya, kemarin Lia melihat dia dirumah sakit” ucap seorang wanita cantik yang sepertinya anak dari pak Derektor dan namanya Lia

sepertinya dia baru pulang sekolah, dari seragamnya dia sekolah SMA kelas II sama seperti aku, aku tersenyum sediri menebak semua tentang dia, dan aku mendapat kesan pertama yang indah karna dia membela ku dan senyumku tambah lebar “bodoh” gomamku menepuk pipiku sendiri, yeah bukan waktunya untuk itu.

“gimana kamu menerimanya??” tanya dari pak Derektor mengagetkanku
“ehc” aku tak tau apa maksudnya, ini gara-gara aku melamun  aku tak tau apa yang mereka bicarakan “menerima apa?” aku malah balik tanya
                “kamu tak dengar pembicaraan kami” tanya pak derektor
“iya pak, saya tak suka mendengarkan pembicaraan orang lain, dan saya tidak tau kalau kalian bicara tentang saya” jawab aku sekenanya, semoga alasan ku ini diterima

“begini” kalimat pertama beliau membuat aku lega “kamu bisa nyetirkan” aku hanya mengangguk “pagi sampe siang kamu jadi sopir dia, anak aku, untuk itu kamu harus pindah sekolah kebetulan kalian sama-sama kelas II SMA”, aku sedikit kaget “tapi pak..” tentu saja aku bingung, aku yakin dia sekolah di sekolah yang mahal “biaya tak usah dipikirkan, bapak yang urus” ucap pak Derektor seakan-akan beliau tau apa yang aku pikirkan, aku hanya mengangguk tanda setuju dengan itu “dan sepulang sekolah kamu kesini, tapi kami hanya bisa jadiin kamu OB, apa tidak apa-apa??” lanjut beliau, “iya pak” jawabku denagan semangat, “kalau gitu siapkan barang-barang kamu, biar tak repot kamu tinggal dirumah kami saja kebetulang kami masih punya kamar kosong, nak bantu dia, ayah masih ada kerjaan”.


                “iya” jawab cewk cantik itu seraya mengangguk
“kenalkan ini anak saya satu-satunya, namanya Aulia Putri” ucap pak Derektor mengenalkan anaknya

                “Andre maulana” aku mengulurkan tanganku
dia menyambut tanganku, tapi tak ada kata yang keluar dari mulut manisnya, yeah mungkin dia memang pediam atau mungkin aku tak pantas mendengar suaranya.

                setalah itu aku dikasih kunci mobil oleh pak derektor, hmm karna aku sudah jadi pegawainya enaknya pangil Bos aja, yeah setelah Bos kasih kunci mobil aku dan Lia (hmm kayaknya terlalu cepat panggil dia dengan kata “Lia”, Non Lia aja deh), selayaknya majikan Non Lia duduk dibaris kedua, aku menyetir menuju ke rumah aku untuk mengambil barang-barangku.

Selama di perjalanan aku berpikir ini pertama kalinya mengendarai mobil mewah, yeah aku bisa menyetir karna pernah kerja jadi sopir angkut sepulang sekolah, bahkan aku punya SIM dari itu.

                Sesekali aku mengintip melihat Non cantik tapi yang aku lihat hanya bidadari tidur yang mengenakan gaun sekolah, tak bosan aku mengintip sampai akhirnya aku sampai di gubuk surga.

                aku keluar dan membiarkan bidadari tidur dengan nyenyak, aku membereskan semua keperluan yang harus aku bawa, tak lupa leptop kesayanganku, yeah hobby aku ngenet and ngegame, kerja keras pertama aku kerja bertujuan untuk membeli leptop.

                aku membawa barang aku kemobil, dan aku menyadari bidadari tak ada lagi dalam mobil, sang peri sedang terbang terlihat dia sedang berjalan menikmati udara, udara disini sangat segar dengan pepohonan menutupi panas matahari, aku membiarkannya menikmati itu dan berdiam diri manatap langit dan berpikir hari ini adalah awal dari perubahan.

                Sekian lama dengan kesunyian itu, kami memutuskan berangkat, sebelumnya aku minta ijin untuk kerumah sakit untuk pamit dengan ortu.
                Tiba dirumah sakit, aku ingin menagajaknya tapi dia sudah sibuk dengan i-pad nya entah sejak kapan dia memulainya.
                “Non saya kedalam sebentar” aku minta ijin walau tak ada tanggapan aku anggap diam itu “iya”.
Aku berlari keruangan tempat ayah aku dirawat, dan berkata “aku diterima kerja” dengan semangat, adek-adek aku senang tapi. “dre, kamu tak perlu kerja, ayah sebentar lagi sembuh kok” sepertinya ayah dan ibu tak mau membebani aku, “ayah bisa istirahat dulu, kerja adalah keinginan aku sejak dulu, aku ingin membantu ayah dan ibu, tak usah kwatir” aku memeluk ayah yang masih tebaring “cepat sembuh ya” saat itu ibu aku memeluk dari belakang, adek-adek aku juga, aku menangis tak bisa ditahan lagi yeah aku sangat bahagia.
                karna ditunggu aku cepat-cepat pamit, bahkan aku lupa menyeka air mataku, sesampai dimobil Non Lia memandang kewajah aku, disitulah aku sadar dengan air mata yang memempel dipipi dan dengan cepat aku menyapunya.

                walau perasaanku agak kacau aku meneruskan perjalanan kerumah bos aku dan membereskan ruangan tempat aku tidur.

* * * * Ilmi Dragneel* * * *

·         Aulia

Hari ini dia akan masuk disekolah yang sama dengan aku, dan setiap hari aku harus satu mobil dengannya, sanggupkah aku menebus rasa bersalah ini. Yeah sekarang aku dimobil bersamanya dan disampingku ayah ku sendiri, papi hari ini bantu mengurus kepindahannya, sekian lama aku melamun memandang pudak pria yang aku temui kemaren, tidak, aku melihatnya beberapa hari yang lalu dirumah sakit.

                tiba-tiba mobil berhenti, aku kaget, ayah memandangi aku, memang tak seharusnya aku kaget karna udah biasa berhenti disini di tempat parkir sekolah, ini karna sepanjang jalan aku melamun.
                “nak hati-hati, kami akan kekantor sekolah” ucap ayah dan berpisah denganku

“iya” aku  berjalan dengan lemas, entah mengapa jalan yang sering aku lewati, hari ini terasa kasar dan menjauh.

“hay Lia” salah satu teman akrabku, namnya Hesti menyapa
                                kata itu sangat akrab ditelingaku tapi hari ini sangat berat untuk menjawabnya

                                “kamu kenapa?” tnya Hesti, selayaknya seorang teman walau kita hanya diam dia akan tau kalau kita punya masalah.
                                “tidak apa-apa Cuma pusing sedikit” aku belum siap menceritakan semuanya

                                “Anak-anak mohon perhatiannya” suara seorang guru mengagetkan kami, yaeh ini belum waktunya belajar
                                “Hari ini kalian memdapat teman baru, nak perkenalkan dirimu” lanjut pak guru dan seorang pria yang tak asing bagiku masuk kelas, “Dia” gumamku tak percaya

                                “Nama saya Andre maulana, saya baru pindah dari sekolah SMA ********, mohon  bantuannya” Dia memperkenalkan dirinya didepan kelas

                                “ganteng” hapir semua teman perempuan aku mengumamkan itu, bahkan Hesti teman disamping aku yang sangat popoler dikalangan pria “lumayan ganteng, keluaga kamu ya?” katanya, tapi pertanyaan membuat aku kaget dan salting

“anu...” aku ta tau mau bilang apa
“aku melihat lho dia keluar dari mobil kamu”
“ehc” aku tak bisa bilang apa-apa
“aku sopirnya” terdengar suara Dia yang mengagetkanku
kami terdiam dengan expresi kaget, dan sepertinya Hesti lebih kaget dari pada aku

“maaf, kebetulan lewat dan mendengarnya”  dia pergi dengan senyuman


                “seriuus” teriak Hesti memegang pundak aku
“i-iya”

“hmm” Hesti mendekatkan wajahnya

“apa sih???” aku tak tau apa yang di maksud dengan ‘hmm’

                “apa mungkin kamu aneh hari ini karna dia, kamu suka dengannya tapi dia sopir kamu, tentu ayah kamu tak setuju” Hesti sok tau ala detektive

“bukan bukan bukan” tentu aku menyangkalnya

“wah cerita yang romantis” kata Hesti ga nyambung

“aku bilang bukan, kamu ngehayalin apa???” aku menepok pipinya

“hmm” Hesti kembali keposisinya yang biasa

                “benar, aku aneh hari ini itu karna dia, tapi yang selanjutnya kamu salah, aku takbisa menceritakannya sekarang” ucapku menundukkan kepala

                “akan aku cari sendiri” jawabnya dan berdiri dengan semangat dan pergi kebelakang menghampiri Dia yang sudah di kelilingi oleh wanita.

* * * * Ilmi Dragnel * * * *


·         Andre


Hari ini aku awal dari perubahanku, sekolah baru, kelas baru, teman baru and guru juga baru, ya pagi tadi aku dan bos baru ku yang sangat baik mengurus semuanya, beliau seakan-akan ortu ku mengantar keruang kepala sekolah, bicara dengan guru memberi alasan pindah, bahkan membayar semua biaya, sungguh baik.

Setelah mengurus semuanya aku dipersilahkan mengenalkan diri didepan sekolah, aku tak menyangka aku memang satu kelas dengan non Lia, dan sekarang aku tak mengarti kenapa aku harus dikelilingi wanita seperti ini.

                “jadi benar kamu sopirnya Lia??” terdengar suara seorang perempuan bertanya
aku menoleh ke arah suara, “dia” gomam ku, aku mengenalinya perempuan yang bicara dengan non Lia dan sepertinya teman akrabnya.


                “iya aku sopir non Lia” aku menjawab pertanyaannya

“APAA!!!!!!”
“NON LIA????” wanita yang mengelilingiku
aku tak mengerti kenapa mereka harus kaget, apa aku saalah ??

                “beneran?”tanya yang lain
“iya” aku menjawabnya dengan santai

“sini ikut aku” teman akrab non Lia tiba-tiba menarikku keluar kelas

“apa yang kamu lakukan pada Lia sehingga dia berubah??” tanya teman akrab non lia

“eehc aku ??” menunjuk  diriku sendiri
“iya kamu”
“bukan bukan pasti bukan aku, aku baru kenal dia kemaren dan kami tak pernah ngobrol, mungkin dia putus dengan pacarnya !”
“bodoh, dia belum pernah pacaran”
“ohh gitu” aku mengangukkan kepalaku
“ehc” dia kaget dengan jawabanku
“bercanda bercanda, memang dia berubah kayak gimana?”
“dulu ceria bukan pendiam seperti sekarang”
                “sejak kapan dia berubah?”
“beberapa hari yang lalu”

“berarti bukan aku yang membuatnya berubah, aku kan kenal dia baru kemaren, ajang asal menuduh ku”


                “aku bukan menuduh mu, aku ingin kamu bantu aku mencari tau masalahnya”
“tidak mau”
“ech”
“Bercanda lagi hehe, iya dengan senang hati, walau bagaimanapun dia sudah menolongku”

“kamu ini bercanda terus, ohh iya kenalkan namaku Hesti Qamah” dia mengulurkan tangannya


                “Andre maulana” aku menyambut tangannya

“aku sudah tau kok??”

                “kan di TV kenalannya seperti itu”
“haha kamu ini polos banget ya”
                “polos??? Apaan???” aku bingung apa maksudnya

“bukan apa apa” ucapnya dan tertawa

“bukan apa-apa tapi kok tertawa begitu” gomamku dan pergi masuk kelas meninggalkannya

                “maaf, jangan marah gitu dong” Hesti mengejarku mengimbangi jalan ku
“siapa yang marah” jawab ku datar
                “trus kenapa kamu pergi”
“ini kan sudah hampir waktunya belajar, aku tak mau telat di hari pertama aku”
“kamu memang aneh” ucap Hesti seraya berlari mendahului ku dan berpaling untuk melambaikan tangan dengan senyum manisnya.

                aku senang, aku pikir akan di ejek karna aku seorang sopir, tapi aku salah. Dan sekarang adalah membuat non Lia kembali ceria lagi, pertama aku harus mencari masalahnya. Sempai di depan kelas, aku melihat Hesti mencuba menghibur non Lia, aku tak tau apa yang merika bicarakan, tapi aku melihat non Lia tersenyum, walau senyumnya terlihat palsu.

* * * * Ilmi Dragneel * * * *

·         Aulia

Walaupun harinya cerah aku tak tau apa yang ingin aku lakukan, yang aku pikirkan hanya tentang Dia, sempai sekarang aku tak punya keberanian untuk ngobrol dengannya, bahkan menyebut namanya pun aku merasa tak pantas.


Disekolah Hesti bilang Dia orang yang baik, aku tau ! dari awal Dia mencuba ngobrol denganku, tapi aku tak bisa, aku tak pantas.

                sekarang Dia pergi bekerja di kantor ayah, aku merasa bersalah dia harus kerja itu karna aku.

                “aku ingin membantunya, aku tak bisa diam saja” gumamku
“ohh ya hari ini kan ada PR” aku pergi kekamarnya untuk membantunya mengerjakan PR miliknya

                aku membuka kamarnya dengan kunci utama karna kebetulan dirumah hanya ada aku sendiri, yeah ayah sedang kerja, kalau ibu sibuk arisan dan bibi pembantu dirumah ini sedang pulang kampung. aku kaget kamarnya sudah di penuhi poster game dan di meja sebuah leptop dengan konsol game masih terpasang, “hobbynya main game” gumam ku seraya menyusun buku yang berantakan diatas meja.

                “ini dia” aku menemukan buku PR yang aku cari “hmm” aku membukanya “ech” aku kaget dia sudah manyelesaikannya dalam beberapa menit sebelum dia pergi kekantor ayah “cuba di periksa” aku memastikam kebenaran jawabannya.

                *skip 30  menit

                “benar semua, jawabannya benar semua” aku kagum “dia takkan memerlukan aku untuk mengerjakan PR” gumamku lemas menghempaskan diri kekasur “lakuin apa dong” gumamku lagi melihat kasekeliling, aku mecari sesuatu yang bisa aku lakukan untuk membantu Dia, tapi aku tak menemukannya tak ada yang bisa aku lakukan kamanya sangat rapi, pada akhirnya aku tak bisa berbuat apa-apa untuknya.
 * * * * Ilmi Dragneel * * * *
               
·         Andre
Hari ini hari kedua aku bersama non Lia kesekolah, tapi kami tak pernah ngobrol sedikit pun, ini karna aku tak punya keberanian untuk memulainya dan dia sedang ada masalah. Tapi aku harus bicara sesuatu dengannya, aku harus tau masalah dia aku tak ingin dia terus terlihat sedih.

                “hey kawan jangan suka melamun” ucap salah satu teman sekelasku
“i iya” jawabku spontan

“sandy” dia mengulurkan tangannya
“andre” dengan senang hati aku menyambot tangannya

“Hey bro kamu keren bisa dekat dengan dua ratu dikelas ini”
“dua ratu???”

“iya bro, Aulia and hesti, banyak cowok yang suka dengan mereka, tapi tak ada yang bisa dekat dengan mereka.”

                “ah aku kan Cuma sopir non lia dan hesti Cuma nanya-nanya aja” yeah aku hanya sopir bahkan aku tak pernang ngobrol dengan mereka

                “tetap aja kan kamu cowok yang paling dekat dengan mereka”
“hmm aku tak ngerti apa maksu kamu”
“sudahlah, kita kekantin yuk ini kan jam istirahat”
“anu aku tak bisa”
                “kenapa?”
“aku tak punya uang”
“ayo aku traktir”
“tapi.....”
                “sudah ikut aja” dia menarikku

                Hari ini aku mendapat teman baru lagi, dan sekarang dia disampingku, aku pikir aku sebagai sopir tak akan mendapatkan teman, yeah karna sekolah yang mahal, hanya anak-anak kaya yang bersekolah disini, tapi aku salah menilai orang kaya itu sombong, mereka juga manusia dan tak ada manusia yang sama.

                akhirnya kami sampai dikantin sekolah, beda banget dengan kantin di sekolahku dulu, di sini sangat mewah, dan menunya juga lengkap

                “mau pesan apa?” tanya sandy
“terserah aja” aku tak tau mau pesan apa, biasanya saat istirahat aku hanya makan mie rebus, tapi di menu ini kok nggak ada mie rebus.

                “yaudah, mbak ramen dua jus jeruk dua” 
                                                                                                                Note: Ramen- mie rebus khas jepang
                Menunggu pesanan aku memandang keseliling, dengan kakum aku menatap setiap sudut dengan kemewahan, kaca tembus pandang menampilkan air mancur yang berada diluar sekolah dan barbagai bunga yang tertata rapi.

                “boleh gabung” terdengar suara wanita yang membuat aku berhenti memendangi pelangi pada air mancur.

                “kalian” gomamku melihat Hesti dan non Lia di belakangnya
“boleh boleh boleh” jawab Sandy hesteris
                “kawan, jarang banget makan bisa ditemani bidadari” bisik Sandy penuh semangat”
“terima kasih suah bersedia mentraktir kami” Hesti duduk didepan Sandy
                “ehc” Sandy terlihat kaget
“perlu perngorbanan kawan” bisikku menggoda

                “iya deh” semangatnya hilang
“kalau gitu tolong pesankan kami nasi goreng dua” pinta Hesti ke Sandy
                “iya iya” Sandy pergi
Aku mengalihkan pandanganku dan melihat non Lia sudah duduk didepanku, tapi entah mengapa ada yang aneh, aku tak tau sebabnya sepertinya dia tak mau melihat mataku, dia seakan-akan menghindar dari pandanganku, aku tau aku hanya sopirnya tapi apakah dia orang yang pilih-pilih teman, tidak, aku yakin bukan itu, tapi apa, apa yang membuatnya tak bisa memandang ku.

                “ini ramen?” ucapku setelah pesanannya datang
“iya” jawab Sandy
                “ohh sebutan mie rebus disini itu ramen ya, pantes ga ada di menu” ucapku dan memakan ramennya
                “ochk” sepertinya Sandy keselek, Hesti menutup mulutnya seperti menahan tawa, dan non Lia tersenyum, sepertinya aku yang membuat mereka begitu, aku tak tau kenapa? tapi aku senang melihat wajah cantik sang bidadari tersenyum.

* * * * Ilmi dragneel * * * *

·         Aulia
Dia memeng pria yang tegar, terus tersenyum walau harus memegang tanggung jawab yang besar, menanggung beban akibat kesalahanku, andai saja aku tak mencelakakan ayahnya, Dia tak harus kerja selayaknya seorang siswa, aku terus merenung melihat Dia bercanda dengan Sandy, teman barunya.

                “Lia!” suara Hesti mengagetkanku
“ehc, iya”
                “siang-siang kok bengong?”
“ng nggak kok”
                “Yasudah, neh makan”
“coklat”
                “iya, itu dari Andre”
“Dia??”
                “kenapa? Kamu nggak mau ya makan pemberian sopir kamu sendiri. Kalau nggak mau buat aku aja deh”
“bukan begitu tapi..”
                “Andre memberikan itu karna dia nggak ingin kamu terus terlihat sedih”

                Dia memang pria baik hati, tapi apa Dia tetap baik hati padaku jika Dia tau kalau aku lah yang mencelakakan ayahnya?, kebaikannya membuat aku tambah merasa bersalah.

“Lia kenapa menangis”
                “anu, aku...” aku menyeka air mata yang tak sengaja aku keluarkan “aku teringat masa lalu” dengan wajah gembira aku mencuba membohongi hati
“ohh, cepat makan coklatnya, bikin aku ngiler aja !”
                “kalau mau bilang dong”  aku membagi coklatnya
“enak” ucap Hesti setelah mencicipinya
                “Tie, sejak kapan kamu suka coklat?”
 “yang enak bukan coklatnya, tapi yang ngasihnya!”

                “Haha ngaur”
“tapi benarkan”
                “benar apa?”
“kalau dia enak”
                “ech”
“udah ngaku aja”
                “tambah ngaur, kamu ini aneh ya”
“terserah deh, yang penting happy :p ” ucap hesti mengakhiri kengaurannya

                Setau aku Hesti tak homoris, tapi kali ini dia berhasil membuatku senang dengan kengaurannya, sebagai sahabat aku sangat senang memiliki dia,  bahagia atau pun sedih bersama, berbagi cerita, saling cuhat.
*skip*

                “wah ini pertama kalinya sejak beberapa tahun ibu mengajar, 20 pertanyaan ibu terjawab dengan benar semua” ucap bu Ratna seorang guru matematika yang sedang memegang selembar kertas.

                “siapa??” semua murid bertanya-tanya, bu Ratna dikenal dengan 20 pertanyaan yang tak pernah terpecahkan dengan sempurna, itu karna bu Ratna menyelipkan 3 pertanyaan yang tak pernah kami pelajari, agak licik tapi itu memicu kami untuk belajar lebih luas,sebelumnya hanya bisa di jawab 19 pertanyaan dan itu hanya aku dan Hesti tapi kali ini bu Ratna bilang seseorang menyelesaikannya engan sempurna, siapa dia??.


                “Aulia, Hesti kali ini kalian mendapatkan saingan yang berat” ucap bu Ratna pada kami
“siapa?, siapa bu?” tanya Hesti hesteris
                “murid baru kita, Andre maulana” ucap bu Ratna menbuat semua mata menuju kearah Dia.
“dia tertidur” ucap seseorang membuat aku ikut menoleh

                dia benar-benar tertidur, itu membuat teman-teman memasang experesi yang aneh.
“kita kerjain yuk” ucap bu Ratna “dia kan belum kenal ibu, ini kesempatan ibu buat jadi guru galak, ibu mau cuba marah-marahin dia kalian dukung ibu ya” ucap bu Ratna menyusun rencana

                “iya bu” dengan senangnya semua orang setuju.

“oke seseorang bangunkan dia, ingat ektingnya ya”

* * * * Ilmi Dragneel * * * *

·         Andre
“Dre dre dre” seseorang memanggil ku, apa ini mimpi ku? Tidak itu terdengar nyata “dre” sekali lagi aku mendengarnya, dengan malas aku membuka mataku.

“sedang apa kamu?” tanya bu guru
 sial, kenapa aku ketiduran “anu bu . . . maaf bu” jawabku dengan gugup
                “jelaskan didepan” beliau meninggalkanku
                aduh ini gara-gara malam tadi aku main game, kesan pertama yang buruk dengan guru  pelajaran yang sangat aku suka, aku menuruti perintah guru untuk maju kedepan

                sampai didepan kelas aku tak tau harus berbuat apa, badanku terasa lemah dan sedikit bergetar, sepertinya teman-teman mentertawakan ku hampir semua murid menutup mulutnya menahan tawa “awas kau” gumam ku melihat Sandy tertawa sembunyi dikolong meja

                “jelaskan pada teman-temanmu kenapa kamu tertidur” perintah bu guru
“anu bu. .”
                “bukan untuk ibu, katakan pada teman-teman mu”
“ma maaf, a aku ngantuk, malam tadi begadang main game”
                “main game apa?” tanya salah satu teman cowok
“harus jawab ya?”
                “iya”
“battle magic”
                “itu seru”
                “iya, aku sudah lv 35” timpal yang lain
“kenapa main game malam-malam?” tanya teman cewek
                “karna siang tak ada waktu untuk main”
“kenapa ga usah main game aja?” Timpal cewek lain lagi
                aduh kok aku seperti di introgasi aja, apa memeng ini hukuman bagi yang tertidur dikelas kapok deh “anu. .  karna aku suka main game” jawabku kurang bersemangat
                “ohh”
“trus kapan kamu belajar?” tanya yang lain lagi
              hah, ada lagi kapan berakhir? Aku mencuba mengintip kebelakang sebelumnya aku takut jika akan melihat wajah guru yang marah, tapi kali ini aku dibuat kaget, karna bu guru yang barusan memarahiku mencuba menahan tawa walau sibuk ngerjain sesuatu dengan buku lumayan tebal, huh jadi dari tadi aku dikerjain???, yaudah ikuti cerita mereka aja deh.
                “hmm, sementara waktu ini aku tak bisa belajar dirumah”
“kenapa?”
                “aku harus kerja”
“hoa kamu sudah kerja, kerja apa?
                aduh ga ada habisnya neh, aku tak bisa jawabnya dengan berbohong, karna aku sudah janji pda diriku sendiri, jika kita memulai dengan kebohongan maka akhirnya tak akan jelas bahkan tak ada akhirnya.
                “harus di jawab ya?”
“harus” bukan hanya satu orang yang menjawab tapi hapir semua murid cewek, saat itu aku melihat kearah non Lia, hanya dia yang tertunduk tak bersemangat, aku tak tau apa yang dia pikirkan, mungkin dia bosen dengan ini karna dia sudah tau tentang aku dan mungkin dia tak peduli.
                “jadi sopir dan OB” jawab ku santai
“hmm laki-laki yang jujur” ucap Hesti ikut-ikutan
“dia menjawabnya tanpa rasa malu” timpal yang lain
                “kenapa aku harus malu?, apa kalian yang malu berteman dengan aku seorang supir dan OB karna kalian semua orang kaya, kalian bisa kok anggap aku tidak ada”
                “bu bukan itu maksudku tapi...”
“dre kamu salah paham, rani mencuba memujimu” potong Hesti
                “maafkan aku. . .” aku menyesal kenapa aku bisa cepat emosi
                “mungkin kamu berpikir semua orang kaya itu sombong, kamu salah, karna hanya orang kampungan yang sombong dengan harta orang tuanya, dan kami disini tak ada yang kampungan.” Ucapan Hesti mengubah opiniku selama ini.
                “awalnya aku berpikir aku tak pantas sekolah disini dan bergaul dengan kalian tapi karna pekerjaan aku yang mengharuskan aku sekolah disini, tapi hari ini aku senang kalian bisa menerimaku”
                “pekerjaanmu mengharuskan kamu sekolah disini, memang kamu sopir dari seorang guru ya??”
                “anu.... itu....”
“bukan bro, Andre sopir pribadi Aulia putri” timpal Sandy bersemangat

                “Aulia???” semua mata tertuju padanya, non Lia menundukan kepalanya, tidak, dari awal dia terus tertunduk.

                “bu saya permisi ke toilet” ucap non Lia tiba-tiba
“iya”
                menangis, dia menangis, aku yakin melihat air mata mengiringi kepergiannya, kenapa ?, apa itu karna aku ? karna aku dia malu ? atau hanya kebetulan.
                “Hesti” aku memberi isarat pada Hesti untuk mengikutinya, dia mengangguk dan ikut kaluar “aku serahkan padamu” gumamku memandang kepergian Hesti


                “oke, saatnya hukuman” ucap bu Ratna tiba-tiba
“hukuman??”
                “iya”
“yang tadi??”
                “anak-anak katanya ingin lebih mengenal kamu”

“nah cuba selesaikan soal-soal ini” bu Ratna mulai menulis

                jadi pertanyaan-pertanyaan tadi hanya mengulur waktu untuk membuat soal-soal ini, huh yaudah deh.

                Karna menurutku pertanyaannya, tak terlalu sulit aku menyelesaikannya tampa harus memikirkannya, yang aku pikirkan sekarang, kenapa non Lia? Kenapa dia menangis ? apa benar itu karna aku ? sial kenapa tiba-tiba pikiran ini menggangguku?.

                “Ha haaaaaaaah” teriak bu Ratna setelah aku menyelesaikan 5 pertanyaan
“kamu menyelesaikannya secepat ini?”
                “emang kenapa bu? Ada yang salah ya?” tanyaku dengan datar karna baru sadar dari lamunan
                “kamu menyelesaikannya dengan benar secepat ini, padahal ibu susah-susah mencarikan pertanyaan paling mematikan.” Expresi bu Ratna aneh seperti dibuat-buat
                “mematikan?” aku semakin tak mengerti
“iya ini benar-benar soal yang rumit” kata Hesti yang baru masuk kelas dan di sampingnya non Lia dia benar-benar tak melihat ke arahku dia terus menunduk.
                “rumit?” sekali lagi aku melihat soal-soal di papan tulis. Benar juga aku tak pernah mempelajari disekolah, aku pernah belajar dengan kakak kuliahan yang magang disekolahku dulu.
                “benar juga!!!” gumamku setuju
“sudah dipastikan kamu memang pintar, sekarang kamu murid ibu nomber one” teriak ibu Ratna mengankat tanganku.
                “eh eeeeeeeh” guru ini narsis juga, tapi sepertinya teman-teman tak terlihat kaget, apa ini sudah biasa? Apa guru ini memang suka begini? Tapi barusan saat membangunkanku dia sangat seram.
                “oke hari ini ibu menemukan saingan kalian Hesti and Lia, ehc Lia kamu kenapa? Sakit ?”
“saya baik-baik aja bu” jawab non Lia
                “tak biasanya kamu tak semangat di pelajaran ibu”
“perutnya bermasalah bu, dia sudah minum obat kok” Jawab Hesti
Bukan aku yakin bukan itu masalahnya, kalau sakit perut dia tak perlu menangis, aku yakin Hesti berbohong, kenapa? apa dia sudah tau kenapa non Lia selama ini bersedih? “akan aku tanyakan nanti” gumamku

“Bu saya boleh duduk”
                “iya, terima kasih perkenalannya, neh” ibu Ratna memberikan lembar jawaban  milikku
“hmm 100 ya” yeah tentu karna aku sangat suka matematika.

* * * * Ilmi dragneel * * * *

·         Aulia

Disaat angin tetap setia menerpa wajahku, aku hanya tediam menatap langit yang cerah, dan mengingat dengan jelas apa yang terjadi disekolah, saat aku tak bisa lagi menahan air mata.
***
“Lia kamu kenapa?”
“aku gak apa-apa kok” aku mencuba menahan air mata didepan Hesti
                “gak apa-apa kok nangis gitu”
“benera...”
                “lia, kamu nggak percaya lagi dengangku?”
“bukan, hanya saja aku tak bisa menceritakannya sekarang”
“apa dedanya sekarang  dengan besok, lusa, atau setahun setelah ini? apa kamu ingin terus seperti
ini? Sebagai temanmu aku tak ingin melihatmu sedih”
aku terdiam mendengar perkataan teman terbaik yang ada didepanku ini, aku membenarkan pertanyaannya tapi aku belum siap.
                “Lia kalau kamu ingin, aku tak akan menceritakannya pada orang lain, tapi certilah sekarang aku tak ingin kamu terus bersedih”
                “aku tak bisa melihat mata dia, aku tak bisa menyebut nama dia, aku takut...” ucapku menundukan kepalaku
                “dia? Siapa?”
aku hanya diam, yeah aku tak bisa menyebut namanya “Dia!!!” ucapku lagi
                “Andre kah?” ucap Hesti seakan dia tau apa yang aku pikirkan
dan aku hanya mengangguk.

                “jadi Andre pura-pura tidak tau” gumam Hesti dan sepertinya dia salah paham “apa yang dia lakukan padamu?”
                “ech” aku kaget dengan pertanyaan Hesti yang tiba-tiba “a anu. . . dia. . ”
                “yaudah sebaiknya aku tanya pada orangnya sendiri” hesti memotong ucapanku, dan melangkah untuk pergi.
                “tunggu” aku memegang tangannya “dia nggak tau apa-apa dan dia juga nggak melakukan apapun, ini bukan salahnya”
                “trus kenapa?”
                “aku sudah mengambil kebahagiaannya, aku mengambil waktu bermainnya aku juga mengambil waktu belajarnya, dia harus kerja itu karna aku”
                “karna kamu? Bukannya itu kemauannya sendiri?”
“bukan, dia harus kerja karna ayahnya dirumah sakit, dan ayahnya dirumah sakit itu karna aku”
                “Andre belum tau?”
“aku tak bisa menceritakannya, aku takut dia membenciku, aku takut kehilangannya”
                “menurutku Andre pria baik, dia selalu kwatir denganmu, dia selalu berusaha menghiburmu, bagaimana perasaannya ya jika dia tau yang membuat kamu yang dia kwatirkan bersedih adalah dirinya sendiri”
                aku terdiam merenungi perkataan Hesti yang simple tapi rumit.
                “aku yakin jika kamu menceritakannya dia akan memaafkanmu” ucap Hesti lagi membuat aku tambah membisu
                “oke, aku tak akan cerita dengannya sebelum kamu menceritakanya sendiri pada Andre, sekarang kita harus kembali, yang menyuruhku menyusul kamu itu dia lho!”
                “Dia!!” dia yang menyuruh Hesti kesini
“iya dia, Andre, kenapa? Kaget ya? Sudah aku bilangkan dia selalu memperhatikan kamu”
                sekali lagi aku hanya  terdiam, kebaikannya membuat aku semakin tak ingin kehilangannya, dan itu membuat hati aku sakit.
                “ayo, jangan buat dia salah paham lagi” Hesti menarik tanganku dan kami kembali kekelas
***
                “Seandainya saat itu tak ada Hesti mungkin aku akan terus menangis.” Gumamku setelah mengingat semuanya
                sekali lagi aku ditinggal dirumah sendiri, aku hanya duduk ditaman belakang rumah tanpa tau apa yang ingin aku lakukan, melamun dan memikirkan Dia.
setiap aku mengingat kebaikannya hati aku terasa sakit. aku tak ingin kehilangnnya dan aku takut dia pergi jika dia tau akulah yang mencelakakan ayahnya, perasaan ini slalu menyiksa dan sepertinya aku tak tahan lagi.
                tanpa sadar aku meneteskan air mata di hari yang cerah ini “menangis lagi, apa hanya ini yang bisa aku lakukan, tidak aku tak ingin separti ini” Aku mencuba tegar berdiri dan meyakinkan diri kalau aku bisa melakukan sesuatu untuk Dia.
                aku ingin mencuba melakukan apa yang pernah aku lakukan dulu, kekamarnya untuk mencari sesuatu yang bisa aku lakukan untuk membantunya.
                karna melewati ruang makan tak sengaja aku melihat sesuatu di atas meja makan tepatnya di tempat aku biasa makan, karna penasaran aku menghampirinya.
“coklat” ucapku melihat coklat diatas meja, “apa ini ??” aku melihat secarik kertas dibawah coklat itu ‘aku harap non tidak bersedih lagi’ hanya itu yang tertulis “Dia” aku nggak tau harus bahagia atau sedih, aku bahagia kalau dia perhatian denganku tapi aku bersedih karna kebaikannya membuat aku tambah merasa bersalah.

                aku hanya terdiam duduk di bangku tempat biasa aku makan memegang erat coklat pemberian dia dan mengingat semua kebaikannya sehingga waktu berjalan dengan cepat.

ting tong ting tong

                suara bel rumah yang menggema membuyarkan lamunan ku “sayang, kamu dirumah” terdengar teriakan ibu dari luar, dengan cepat aku menghampiri pintu yang aku kunci dari dalam, karna aku takut kedatangan tamu yang tak diundang aku mengunci pintu walau disiang bolong begini. Aku membuka pintunya aku lihat ibu membawa belanjaannya “maaf ibu lupa bawa kunci” ya sebenarnya ibu dan ayah juga memegang satu kunci rumah.
                “nggak ada yang Lia lakukan kok bu” jawabku mencuba menyembunyikan kesedihan “biar Lia bantu” aku mengambil sebagian belanjaan ibu dan membawanya kerumah.

***
Hari ini hari sabtu hari kelima aku bersamanya pergi kesekolah, dan sekarang aku hanya terdiam menatap punggung dia yang sedang menyetir seperti yang aku lakukan dihari-hari sebelumnya.
                Sangat ingin mengucapkan terima kasih untuk coklatnya tapi entah mengapa mulut ini tak bisa berkata apa-apa, dan sekali lagi air mata jatuh dengan sendirinya mengiri laju mobil yang dikendalikan olehnya.
               
                “kamu masih belum mengatakannya” tanya Hesti yang baru saja sampai dikelas dan menghampiriku,
                “belum” aku mengelengkan kepalaku.
                “kemaren sore Andre menanyakan padaku, apa yang membuatmu bersedih? lewat telepon, sepertinya dia menyadari kalau aku tau tentang itu.” Ucapnya seraya membenarkan posisinya untuk duduk dikursi kesayanganya, tepat disampingku.  “Lia, kemaren aku bisa berbohong tapi aku tak yakin bisa berbohong lagi jika dia menanyakannya secara langsung” lanjutnya lagi dan aku hanya terdiam “ jangan buat dirimu menderita begitu lama” ucap Hesti lagi yang peduli padaku.
                aku terus terdiam terdiam, aku mengerti maksud perkataan Hesti tapi aku benar-benar belum siap dan aku tak tau kapan aku bisa mengatakannya.

* * * * Ilmi Dragneel * * * *

·         Andre
Kemaren, tadi pagi dan sekarang aku benar-benar melihat kesedihan dan air mata diwajahnya, aku tak tau apa yang mereka bicarakan tapi aku tau dari gerak geriknya kalau Hesti sedang membujuk dan meyakinkan sesuatu pada non Lia.
                “akan aku tanyakan nanti” gumamku mencuba menghilangkan rasa penasaranku.

                bel istirahat berbunyi, mataku beredar mencari seseorang yang sangat  ingin aku temui “dia sudah keluar” gumamku tak menemukannya dikelas itu.
                “ah itu dia, dan dia sendiri” dengan cepat aku menghampirinya
“Hesti” aku memanggilnya.
                “ah, kamu dre” ucapnya setelah membalikan badannya “ada apa?”
“non Lia kemana?” tanyaku memastikan
                “mungkin dia dikantin, aku suruh dia duluan karna aku kebelet, kalau mau ketemu kita bareng aja”
                “tidak, aku hanya ingin bicara denganmu” ucapku membuat langkahnya terhenti, dan memasang wajah tampak bengong, beberapa detik kemudian wajahnya kembali normal seakan mengerti sesuatu.
                “aku tau, kamu pasti ingin menanyakan sesuatu tentang Lia” ucapnya mengetahui apa yang aku maksud. Aku menganguk sebagai jawaban.
                “yeah dia punya masalah tapi aku sudah janji untuk tidak mengatakannya pada orang lain” ucap hesti yang berjalan menepi ke tempat biasa murid lain nongkrong, mungkin pembicaraan ini akan panjang.
                “termasuk aku?”
“ya termasuk kamu”
                “apa aku bisa membantunya tampa tau masalahnya”
“aku nggak yakin” ucap Hesti lemas menggambarkan masalahnya begitu berat
                “trus aku harus berbuat apa”
“aku nggak tau” sekali lagi aku mendapatkan jawaban hampa darinya
                “please tie, kasih tau aku masalahnya, aku ingin membantunya, aku tak ingin dia terus menangis” bujukku
                “maaf dre” Hesti berbalik dan memugungiku “aku tak bisa, benar-benar tak bisa mengatakannya” lirih Hesti dengan nada sedih, bahkan aku dengar lirih tangisnya.
                apa mungkin? Sebuah pikiran baru tiba-tiba muncul seakan menjawab semua kejadian hari sebelumnya yang bingungkannya “apa mungkin masalahnya berhubungan dengan aku?” tanyaku pada Hesti yang masih memunggungiku.
                “maaf” dia ingin berlari menghindariku, tapi dengan cepat aku menangkap tangannya.
“jadi benar yang membuat non Lia sedih itu aku?” tanyaku lagi tapi tak ada respon sedikitpun dari Hesti yang aku temukan hanya lirih tangisnya.
                “hesti, tolong jangan buat aku merasa bersalah” kali ini aku memaksanya berbalik badan, tapi tetap saja dia menundukkan kepalanya seakan takut dengan wajahku “katakan apa benar non sedih karna aku?” tanyaku lagi
                “i iya” jawabnya seraya mengangguk
                Kenapa diriku? Aku mengiginkan jawaban tapi aku belum siap mendengar jawaban itu. Jawaban sesingkat itu bagaikan jarum beracun yang menancap dihatiku menghabiskan semua tenaga dan tanganku yang lemas melepaskan genggaman ditangan Hesti dan sekarang aku hanya terdiam melihatnya berlari.
                dugaan ku selama ini ternyata benar, kehadirankulah yang membuatnya bersedih, mungkin dia malu mempunyai sopir seperti aku. Kalau memang benar, aku harus menjauh karna aku tak ingin lagi melihatnya bersedih

                sejak pandangan pertama saat aku melamar kerja waktu itu aku terpesona dengan kecantikannya, dan dialah yang membantuku sehingga ayahnya menerima aku saat itu juga aku jatuh cinta padanya, tapi kenapa? Kenapa setelah itu dia bersedih? Apa waktu itu akunya saja yang ke ge’eran? Memang aku tak pantas untuknya.

* * * * Ilmi Dragneel * * * *

·         Aulia
“maafkan aku” sebuah pesan singkat dari Hesti membuat aku mengingat kembali kejadian saat di sekolah.

                “Hesti kamu kenapa?” tanyaku melihat hesti tampak murung
“maafkan aku!”
                “untuk apa?”
“aku nggak bisa berbohong dihadapan dia”
                “Dia?”
                 “Andre, barusan dia bertanya apa yang membuat kamu terus bersedih, aku tak menjawabnya, tapi dengan tiba-tiba dia bertanya apa yang membuat kamu bersedih adalah dia, aku mencuba menghindar tapi dia menahanku dan menanyakan hal yang sama, maafkan aku, aku tak bisa berbohong dihadapannya.

                Saat itu aku agak kaget dan spontan meninggalkan Hesti sendiri, mungkin itulah yang membuatnya merasa ber salah.
                Aku sama sekali tidak menyalahkan Hesti, bahkan aku senang mempunyai teman yang peduli, yang rela menangis demi aku.

                setelah menghela nafas aku memulai mengetik balasan SMS panjang lebar menjelaskan semuanya pada Hesti dan singkatnya, aku tidak apa-apa itu bukan salahmu.
                Sekali lagi aku menghela nafas dan kali ini aku teringat dengan Dia , saat itu, saat pria itu memohon pada ayahku agar diberikan pekerjaan, aku sangat kaget, aku tak ingin bertemu dengannya setelah aku mencelakaan ayahnya, tapi karna semangatnya membuat aku berpikir, kalau dia kerja dengan ayah aku bisa membantunya sebagai perkataan maaf itu sebabnya aku menyuruh ayah menerimanya.
                tapi aku tak menyangka semua itu menyiksaku sampai sekarang, aku benar-benar tak bisa membantunya, dan malah dia yang baik padaku dan itu membuatku tambah merasa bersalah. Aku suka dengannya tapi Aku benar-benar tak pantas untuknya.
               
                “sayang kamu sedang cari apa?” tanya ibu yang nonton TV di ruang tamu.
“bukan apa-apa kok bu”
                “udah tiga kali lho kamu lewat situ”
“ng, ibu liat dia?”
                “dia? Siapa?”
aku menunjuk kearah kamarnya yang sedikit terlihat.
                “Andre?” ucap ibu setelah mengikuli arah jariku
aku hanya mengangguk sebagai jawaban
                “emang kenapa nyariin dia?”
“Lia, mau pinjam buku bu”
                “pinjam buku apa kencan?” ibu menggoda ku
“aah ibu serius dong”
                “Andre pagi tadi pinjam mobil, katanya ayahnya udah boleh pulang, mungkin dia sedang jemput ayahnya dirumah sakit” ucap ayah yang sejak tadi baca koran di samping ibu

                mendengar itu aku merasa senang, walau bagaimana pun itu mengurangi rasa bersalahku.
                “tapi yah, apa ayah akan memberhentikan dia?, ayah kan menerimanya karna kasian dengannya karna ayahnya dirumah sakit dan sekarang ayahnya udah sembuh”
                “siapa bilang” jawab ayah melepas korannya “ayah suka dengan semangatnya, ayah suka dengan tanggung jawabnya, dan lagi dia baik, pintar, rajin, mudah bergaul membantu yang lain dan hampir semua pegawai bilang dia tak pantas jadi OB ayah pun berpikiran begitu dan ayah akan menjadikannya sekretaris ayah” jelas ayah panjang lebar dan entah mengapa itu membuat aku sedih, bukan karna aku tak suka dia di puji, tapi aku merasa semakin jauh untuk menggapainya.

                “dia juga jagu masak, kalau ga di bantu Andre ibu sudah nyerah dan cari cepat pembantu sementara” tambah ibu
                “jadi makanan yang enak baru-baru ini itu masakan Andre?” tanya ayah
“iya!!!”
                “wah. . ayah pikir ibu temu resep baru, ternyata Andre, pantes..” ayah menganguk-nganggukkan kepalanya
                “maksud ayah masakan ibu tidak enak? Ayah tidak boleh makan malam ini” ibu ngambek, itu membuat aku tertawa tapi entah mengapa aku juga meneteskan air mata.
                “bukan, bukan itu maksud ayah, ayah lagi mikir kenapa Andre bisa memasak seenak itu”
“katanya dia sering bantu ibunya yang buka warung makan kecil-kecilan”
                “kapan-kapan kita mampir deh, masakan anaknya aja enak, bagaimana ibunya”
“maksudnya ibunya???”
                “maksudnya masakan ibunya, iih ibu mikirnya aneh-aneh aja”
                “ohh, bagaimana besok aja sekalian jenguk ayahnya, Lia juga pasti ingin ketemu calon mertuanya, iyakan sayang” ucap ibu dengan riang tapi. . .
                “sayang kamu kenapa?” tanya ibu menghampiriku “kamu menangis?” ibu memegan pipiku dengan kedua tangan lembutnya
                “aku tak bisa bu!” jawabku sedikit terisak
 “ibu tadi Cuma bercanda”
                “bukan itu bu, aku benar-benar tak bisa bertemu dengan keluarganya”
                “kenapa sayang?” “apa kamu punya masalah dengan keluarganya?” tanya ibu dan ayah yang tampak bingung
                Aku terdiam sejenak, apa aku menceritakannya sekarang? Apa ibu dan ayah bisa menerimanya? Tapi aku tak bisa berbohong pada mereka.
                “yah, bu, akulah yang mencelakan ayahnya Dia, akulah yang membawanya kerumah sakit” aku tetunduk pasrah akan omelan.
                “sayang kenapa kamu tak menceritakan ke ibu lebih dulu?”
“Lia takut bu”
                “kamu tak kasian dengan Andre yang harus menggantikan ayahnya bekerja, seandainya kamu menceritakan dengan ayah lebih dahulu, ayah akan membantunya dan dia tak perlu bekerja.
                “Lia menyesal yah, aku tak tau mau berbuat apa”
“maafkan Lia, yah, bu”
                “jangan minta maaf dengan kami, minta maaf dengan Andre!” ibu memelukku
“iya bu” sekarang aku yakin akan menceritakan yang sebenarnya pada Dia.

* * * * Ilmi Dragneel * * * *

·         Andre

                Hari ini ayah aku bisa pulang dari rumah sakit, itu menambah keyakinan aku untuk berhenti kerja, karna aku tak mau lagi membuat non Lia bersedih, aku tak ingin lagi melihatnya menangis, aku rela menjauh demi kebaikannya dan demi kebahagiaannya.

                Om Adi ayahnya non Lia, dua hari setelah aku kerja dia meminta aku memanggilnya dengan sebutan “om Adi” dia sangat baik dan aku sangat betah kerja di kantornya, tante Rini juga baik, dia sering memuji masakan aku dan dia tak segan-segan untuk ngobrol dan curhat padaku. Tapi aku tak bisa tetap disana karna keberadaanku disana membuat Non Lia menderita, sekarang aku tau kenapa hanya aku yang selalu melihatnyamenangis? Itu karna akulah yang membuatnya menangis, aku nggak tau kenapa, tapi aku tau itu dari sikap Hesti kemaren.

                aku menceritakan semuanya pada ayah dan ibu, dan ayah menyuruhku berhenti kerja, sebenarnya ayah dari awal tidak setuju kalau aku kerja tapi karna aku yang paksa dan nekat ayah mengijikanku.

                “mungkin aku harus kembali seperti dulu lagi” gumamku, menikmati udara segar dibawah pepohinan.
                “yeah benar aku memang tak pantas disana” gumamku lagi dan berdiri menghampiri mobil yang aku pinjam dari om Adi.

* * * * Ilmi Dragneel * * * *


·         Ending

                Matahari masih berdiri tegak, Andre terlihat didepan rumah yang mewah dia sedang mengatur napas dan meyakinkan diri akan keputusannya.

                karna kebiasaan penghuni rumah itu mengunci pintu walau disiang hari, Andre pencet bel yang tersedia di samping pintu.
                “ohh kamu dre” ucap tante Rini yang membuka pintu
“tante om Adi masih dirumah?”
                “iya, tuh lagi baca koran”
mereka berdua keruang tamu.
                “om boleh bicara sebentar?” ucap Andre dengan sopan
“ohh kamu Dre” om Adi menaru korannya di meja “ada apa?
                “saya mau berhenti kerja disini”
“kenapa?” tanya om Adi kaget
                “om dan tante baik pada saya karna kasihan dengan saya karna ayah dirumah sakit, sekarang ayah sudah sehat, om dan tante tak perlu lagi repot-repot mengurus saya” ucap andre walau itu  bukan dari perasaannya
                “kamu salah dre, kami benar-benar menyukaimu bukan karna kasihan” jawab om Adi
                “iya, kamu sangat membantu tante, jadi kamu salah mengira kami seperti itu” tambah tante Rini.
                “ saya senang om dan tante dicara begitu, tapi saya memang harus berhenti, saya tak pantas dirumah ini” ucap Andre
                “kenpa?” tanya om Adi yang tak mengerti apa masalah Andre
“non Lia. .” jawab Andre yang berhenti sejenak bermmaksud  melanjutkan perkataannya akan tetapi om Adi memotongnya. “maafkan non Lia, anak kami” ucap nya yang mengira anaknya sudah cerita semuanya.

                “tidak om Andrelah yang seharusnya minta maaf, mungkin om dan tante tidak tau kalau selama ini Non lia cukup menderita karna Saya, dia sering menangis semenjak kedatangan saya, dia bersedih karna keberadaan saya, dan saya tak ingin lagi melihatnya sedih, jadi sudah seharusnya saya yang pergi dari sini.” Ucap Andre membuat om Adi dan tante Rini tardiam, mereka tak menyangka Andre sangat perhatian dengan anaknya, dan sampe salah paham sejauh itu.

                “kamu salah Dre!” tante Rini mencuba bicara
“saya yakin, dan temannya sendriri yang mengatakan itu semua memang karna saya”
kali ini kedua orang tua itu benar-benar dibuat terdiam.
                “itu semua salah aku” ucap Andre tertunduk penuh rasa menyesal

                “tidak, itu sama sekali bukan salah kamu!” ucap Lia yang baru menghampiri mereka bertiga.
                Mendengar itu Andre menoleh ke sumber suara “Lia” gumamnya sedikit kaget

“Lia, kamu?” ibunya kwatir karna Lia ter lihat menangis, dia pasti mendengar semuanya! Pikir sang ibu

                “semuanya bukan salah kamu, memang aku bersedih itu karna kamu tapi itu bukan salah kamu” ucap lia terburu-buru itu membuat Andre sedikit kebingungan
                “bersedih karna aku tapi bukan salah aku????” gumam Andre mencuba memahami
“ng... anu...” Aulia tak bisa berkata apa-apa untuk menjelaskannya

                “sayang, kamu duduk biar ibu menjelaskan semuanya pada Andre”

                Tante Rini menceritakan semuanya, dari masalah sebenarnya yaitu Aulia yang mencelakakan ayahnya Andre, setelah itu Aulia membantu Andre agar diterima kerja dengan harapan dia bisa menebus kesalahannya, tapi kebaikan Andre membuat Lia Tambah merasa bersalah dan sedih.
“nah itulah sebabnya Lia bersedih karna kamu” tante Rini mengakhiri ceritanya

                “maafkan aku” lirih Aulia yang tertunduk

                “siapapun yang menabrak ayahku, aku sudah memaafkannya, dan ayahku sendiri pun sudah memaaafkannya, kata ayah dia sudah mengantarnya kerumah sakit dan menjual Hpnya untuk biaya rumah sakit itu sudah lebih dari cukup untuk dimaafkan, tapi kalau memang orang itu kamu, kamu tak perlu menyiksa diri mu dan kamu tak perlu merasa bersalah, karna kebaikan mu dan keluarga mu sangat lebih dari cukup” ucap Andre
                mendengar itu Aulia terlihat senang tapi dia masih menundukkan kepalanya

                “nah sebenarnya kalian berdua saling peduli, tapi kesalah pahaman membuat semuanya tak jelas” ucap om Adi yang sebelumnya hannya terdiam “sebaiknya kalian mulai dari awal lagi dan kamu dre, om tak mau kehilangan kamu”
“tante juga” tambah tante Rini

“iya om, tante” Andre berdiri dan menghampiri Aulia yang masih tertunduk “Andre maulana” Andre mengulurkan tangannya didepan mata Lia
“Aulia putri” Aulia berdiri dan menyambut tangannya dengan senyuman,

*Senyuman manis pertama untuk Andre*


END

pesan: cubalah jujur pada diri sendiri dan orang lain, katakan apa yang ada dihatimu, karna orang lain tak akan tau isi hatimu jika tidak kamu sendiri yang mengatakannya, dan itulah rahasia hati.

                terima kasih sudah membaca mini novel yang sederhana ini, jika suka mohon like, share dan jangan lupa komentar juga.

Tidak ada komentar: